Rabu, 06 Juni 2018

KONSERVASI ARSITEKTUR - BAB 2


BAB II
TELAAH PUSTAKA

2.1      Definisi
2.1.1        Cagar Budaya (Bangunan)
Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 11 tahun 2010 Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

2.1.2        Jenis-jenis Cagar Budaya
1.    Benda
Berupa benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.

2.    Struktur
Berupa susunan terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia.

3.    Bangunan
Berupa susunan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.


4.    Situs
Berupa susunan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia.

5.    Kawasan
Berupa satuan ruang geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.

Jenis cagar budaya secara umum terdiri dari :
1.      Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun  tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.

2.      Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap. 

2.1.3        Konservasi
Konservasi merupakan suatu upaya yang dapat menghidupkan kembali vitalitas lama yang telah pudar. Termasuk upaya konservasi bangunan kuno dan bersejarah. Peningkatan nilai-nilai estetis dan historis dari sebuah bangunan bersejarah sangat penting untuk menarik kembali minat masyarakat untuk mengunjungi kawasan atau bangunan tersebut sebagai bukti sejarah dan peradaban dari masa ke masa. Upaya konservasi bangunan bersejarah dikatakan sangat penting. Selain untuk menjaga nilai sejarah dari bangunan, dapat pula menjaga bangunan tersebut untuk bisa dipersembahkan kepada generasi mendatang.
Tujuan dari konservasi adalah mewujudkan kelestarian seumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan manusia. Dengan demikian, konservasi merupakan upaya mengelola perubahan menuju pelestarian  nilai dan warisan budaya yang lebih baik dan bekesinambungan. Dengan kata lain bahwa dalam konsep konservasi terdapat alur memperbaharui kembali (renew) , memanfaatkan kembali (reuse), mengurangi (reduce), mendaur ulang kembali (recycle), dan menguangkan kembali (refund).

2.1.4        Jenis-jenis Konserasi
Menurut (Marquis-Kyle dan Walker, 1996; Al vares, 2006), konservasi dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
·      Preservasi
Preservasi adalah mempertahankan (melestarikan) yang telah dibangun disuatu tempat dalam keadaan aslinya tanpa ada perubahan dan mencegah penghancuran.
·      Restorasi
Restorasi adalah pengembalian yang telah dibangun disuatu tempat ke kondisi semula yang diketahui, dengan menghilangkan tambahan atau membangun kembali komponen-komponen semula tanpa menggunakan bahan baru.
·      Rekontruksi
Rekontruksi adalah membangun kembali suatu tempat sesuai mungkin dengan kondisi semula yang diketahui dan diperbedakan dengan menggunakan bahan baru atau lama.
·      Adaptasi
Adaptasi adalah merubah suatu tempat sesuai dengan penggunaan yang dapat digabungkan.
·      Revitalisasi
Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting cagar budaya dengan penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya masyarakat.

2.1.5        Tolok ukur atau Kriteria Konservasi Bangunan Bersejarah
Ada beberapa tolok ukur dalam pelaksanaan konservasi bangunan bersejarah. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Lubis (1990), setiap negara memiliki kriteria yang berbeda dalam menentukan obyek yang perlu dilestarikan, tergantung dari definisi yang digunakan dan sifat obyek yang dipertimbangkan. Dari beberapa literatur yaitu Catanese (1986), Pontoh (1992), Rypkema (dalam Tiesdel: 1992), kriteria yang menggambarkan dasar-dasar pertimbangan atau tolok ukur mengapa suatu obyek perlu dilestarikan adalah sebagai berikut:

A.  Tolok ukur fisik-visual
·      Estetika/arsitektonis, berkaitan dengan nilai estetis dan arsitektural, meliputi bentuk, gaya, struktur, tata ruang, dan ornamen.
·      Keselamatan, berkaitan dengan pemeliharaan struktur bangunan tua agar tidak terjadi suatu yang membahayakan keselamatan penghuni maupun masyarakat di lingkungan sekitar bangunan tua tersebut.
·      Kejamakan/tipikal, berkaitan dengan obyek yang mewakili kelas dan janis khusus, tipikal yang cukup berperan.
·      Kelangkaan, berkaitan dengan obyek yang mewakili sisa dari peninggalan terakhir gaya yang mewakili jamannya, yang tidak dimiliki daerah lain.
·      Keluarbiasaan/keistimewaan, suatu obyek observasi yang memiliki bentuk paling menonjol, tinggi, dan besar. Keistimewaan memberi tanda atau ciri suatu kawasan tertentu.
·      Peranan sejarah, merupakan lingkungan kota atau bangunan yang memiliki nilai historis suatu peristiwa yang mencatat peran ikatan simbolis suatu rangkaian sejarah masa lalu dan perkembangan suatu kota untuk dilestarikan dan dikembangkan.
·       Penguat karakter kawasan, berkaitan dengan obyek yang mempengaruhi kawasan-kawasan sekitar dan bermakna untuk meningkatkan kualitas dan citra lingkungan.

B.  Tolok ukur non fisik
·      Ekonomi, dimana kondisi bangunan tua yang baik akan menjadi daya tarik bagi para wisatawan dan investor untuk mengkembangkannya sehingga dapat digali potensi ekonominya.
·      Sosial dan budaya, dimana bangunan tua tersebut memiliki nilai agama dan spiritual, memiliki nilai budaya dan tradisi yang penting bagi masyarakat.

2.1.6        Pelaksanaan Konservasi Bangunan Bersejarah
Pelaksanaan konservasi akan disesuaikan dengan kondisi bangunan tua tersebut. Sebelum melakukan konservasi, sebaiknya mengidentifikasi aspek pertimbangan pada bangunan tua tersebut. Aspek-aspek tersebut kemudian diuraikan berdasarkan komponen yang akan diatur dalam konservasi. Setelah itu dari komponen itu akan dirumuskan dasar pengaturannya dan menetapkan sasaran yang akan dicapai dalam konservasi. Kegiatan pengaturan komponen juga dilakukan sesuai kondisi bangunan tua tersebut. Pelaksanaan konservasi tersebut dibagi dalam beberapa tingkat berdasarkan kondisi masing-masing komponen pada bangunan, yaitu:
·      Mempertahankan dan memelihara, yaitu mempertahankan dan memelihara komponen yang diatur pada bangunan tua yang sangat berpengaruh pada karakter bangunan dan kondisinya masih baik.
·      Memperbaiki, yaitu memperbaiki komponen pada bangunan tua yang kondisinya sudah rusak sesuai bentuk asli.
·      Mengganti, yaitu mengganti variabel yang diatur pada bangunan tua yang rusak dan tidak bisa diperbaiki lagi dengan bentuk sesuai dengan kondisi asli. Jika bentuk asli tidak teridentifikasi, dapat dilakukan penyesuaian dengan bentuk-bentuk lain yang terdapat pada bangunan lain yang setipe.
·      Menambah dengan penyesuaian terhadap bentuk asli, yaitu melakukan penambahan komponen yang boleh dilakukan jika dilakukan pengembangan, terutama yang merupakan penyesuaian terhadap fungsi, dengan batasan bentuk baru tidak merusak karakter asli bangunan dan dibuat sesuai dengan bentuk yang telah ada.

2.1.7        Kawasan Cagar Budaya
Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.

Kriteria Kawasan Cagar Budaya :
·      Mengandung dua situs cagar budaya atau lebih yang letaknya berdekatan;
·      Berupa lanskap budaya hasil bentukan manusia berusia minimal 50 tahun;
·      Memiliki pola yang memperlihatkan fungsi ruang masa lalu, berusia paling
·      sedikit 50 tahun;
·      Memperlihatkan bukti pembentukan lanskap budaya; dan
·      Memiliki lapisan tanah terbenam yang mengandung bukti kegiatan manusia
·      atau endapan fosil.

2.2      Tipologi Persyaratan Bangunan
Fungsi dapat dibagi menjadi:
a.    Sakral
Kawasan Cagar Budaya yang masih atau pernah difungsikan oleh pendukungnya untuk keperluan keagamaan atau kepercayaan. Contoh: Kawasan Percandian Muara Jambi, Candi-candi di lereng Gunung Penanggungan Jawa Timur. Kawasan Percandian DAS Pakerisan di Bali.

b.    Profan
Kawasan Cagar Budaya yang dimanfaatkan untuk kegiatan sehari-hari. Contoh: Kawasan Manusia Purba Sangiran, Kawasan Pemukiman Kuno di Trowulan, Kawasan Banten Lama.

c.    Campuran
Kawasan Cagar Budaya yang dimanfaatkan untuk keperluan keagamaan dan kehidupan sehari-hari. Contoh: Pada Kawasan Kota Tua terdapat bangunan keagamaan, bangunan publik, dan bangunan hunian

Persyaratan memiliki dan/atau menguasai benda, bangunan, struktur, dan/atau situs cagar budaya:
·      Tetap memperhatikan fungsi sosial sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan undang-undang.
·      Telah memenuhi kebutuhan negara.
·      Diperoleh melalui pewarisan.
·      Berupa hibah, tukar-menukar, hadiah, pembelian, dan/atau putusan atau penetapan pengadilan, kecuali yang dikuasai negara.
·     Tidak menyerahkannya kepada orang lain berdasarkan wasiat, hibah, atau hadiah setelah pemiliknya meninggal, kepemilikannya diambil alih oleh negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Landasan Operasional
Beberapa ketentuan yang menjadi landasan dalam pelaksanaan kegiatan pemugaran yang harus diperhatikan pasal-pasal dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, sebagai berikut:

Pasal 53
(1) Pelestarian Cagar Budaya dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, teknis, dan administratif.
(2) Kegiatan Pelestarian Cagar Budaya harus dilaksanakan atau dikoordinasikan oleh Tenaga Ahli Pelestarian dengan memperhatikan etika pelestarian.
(3) Tata cara Pelestarian Cagar Budaya harus mempertimbangkan kemungkinan dilakukannya pengembalian kondisi awal seperti sebelum kegiatan pelestarian.
(4) Pelestarian Cagar Budaya harus didukung oleh kegiatan pendokumentasian sebelum dilakukan kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan keasliannya.

Pasal 54
Setiap orang berhak memperoleh dukungan teknis dan/atau kepakaran dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah atas upaya Pelestarian Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau yang dikuasai.

Pasal 55
Setiap orang dilarang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya Pelestarian Cagar Budaya.

Pasal 77
(1)   Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang rusak dilakukan untuk mengembalikan kondisi fisik dengan cara memperbaiki, memperkuat, dan/atau mengawetkannya melalui pekerjaan rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi, dan restorasi.
(2)     Pemugaran Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan:
a.         keaslian bahan, bentuk, tata letak, gaya, dan/atau teknologi pengerjaan;
b.         kondisi semula dengan tingkat perubahan sekecil mungkin;
c.         penggunaan teknik, metode, dan bahan yang tidak bersifat merusak; dan
d.        kompetensi pelaksana di bidang pemugaran.
(3) Pemugaran harus memungkinkan dilakukannya penyesuaian pada masa mendatang dengan tetap mempertimbangkan keamanan masyarakat dan keselamatan Cagar Budaya.
(4) Pemugaran yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sosial dan lingkungan fisik harus didahului analisis mengenai dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya wajib memperoleh izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemugaran Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.



Daftar Pustaka

Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Ketentuan pengelolaan dan pembangunan
di situs-situs cagar budaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar