BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1
Definisi
2.1.1
Cagar Budaya (Bangunan)
Peraturan Presiden Republik
Indonesia nomor 11 tahun 2010 Cagar Budaya
adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan
Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar
Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena
memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,
dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
2.1.2
Jenis-jenis Cagar Budaya
1.
Benda
Berupa
benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak,
berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang
memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.
2.
Struktur
Berupa
susunan terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi
kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk
menampung kebutuhan manusia.
3.
Bangunan
Berupa
susunan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi
kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.
4.
Situs
Berupa
susunan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk
memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan
prasarana untuk menampung kebutuhan manusia.
5.
Kawasan
Berupa
satuan ruang geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih yang
letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
Jenis cagar budaya
secara umum terdiri dari :
1. Benda
Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak
maupun tidak bergerak, berupa kesatuan
atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan
erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.
2. Bangunan
Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda
buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak
berdinding, dan beratap.
2.1.3
Konservasi
Konservasi merupakan suatu upaya yang dapat menghidupkan kembali
vitalitas lama yang telah pudar. Termasuk upaya konservasi bangunan kuno dan
bersejarah. Peningkatan nilai-nilai estetis dan historis dari sebuah bangunan
bersejarah sangat penting untuk menarik kembali minat masyarakat untuk
mengunjungi kawasan atau bangunan tersebut sebagai bukti sejarah dan peradaban
dari masa ke masa. Upaya konservasi bangunan bersejarah dikatakan sangat
penting. Selain untuk menjaga nilai sejarah dari bangunan, dapat pula menjaga
bangunan tersebut untuk bisa dipersembahkan kepada generasi mendatang.
Tujuan dari konservasi adalah mewujudkan
kelestarian seumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya, sehingga
dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan manusia.
Dengan demikian, konservasi merupakan upaya mengelola perubahan menuju
pelestarian nilai dan warisan budaya
yang lebih baik dan bekesinambungan. Dengan kata lain bahwa dalam konsep
konservasi terdapat alur memperbaharui kembali (renew) , memanfaatkan
kembali (reuse), mengurangi (reduce), mendaur ulang kembali (recycle),
dan menguangkan kembali (refund).
2.1.4
Jenis-jenis Konserasi
Menurut (Marquis-Kyle dan Walker, 1996; Al vares, 2006),
konservasi dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
·
Preservasi
Preservasi adalah mempertahankan (melestarikan) yang
telah dibangun disuatu tempat dalam keadaan aslinya tanpa ada perubahan dan
mencegah penghancuran.
·
Restorasi
Restorasi adalah pengembalian yang telah dibangun disuatu
tempat ke kondisi semula yang diketahui, dengan menghilangkan tambahan atau
membangun kembali komponen-komponen semula tanpa menggunakan bahan baru.
·
Rekontruksi
Rekontruksi adalah membangun kembali suatu tempat sesuai
mungkin dengan kondisi semula yang diketahui dan diperbedakan dengan
menggunakan bahan baru atau lama.
·
Adaptasi
Adaptasi adalah merubah suatu tempat sesuai dengan
penggunaan yang dapat digabungkan.
·
Revitalisasi
Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan
untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting cagar budaya dengan penyesuaian
fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai
budaya masyarakat.
2.1.5
Tolok ukur atau Kriteria
Konservasi Bangunan Bersejarah
Ada beberapa tolok ukur dalam pelaksanaan
konservasi bangunan bersejarah. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Lubis
(1990), setiap negara memiliki kriteria yang berbeda dalam menentukan obyek
yang perlu dilestarikan, tergantung dari definisi yang digunakan dan sifat
obyek yang dipertimbangkan. Dari beberapa literatur yaitu Catanese (1986), Pontoh
(1992), Rypkema (dalam Tiesdel: 1992), kriteria yang menggambarkan dasar-dasar
pertimbangan atau tolok ukur mengapa suatu obyek perlu dilestarikan adalah
sebagai berikut:
A. Tolok ukur fisik-visual
·
Estetika/arsitektonis, berkaitan dengan nilai estetis dan
arsitektural, meliputi bentuk, gaya, struktur, tata ruang, dan ornamen.
·
Keselamatan, berkaitan dengan pemeliharaan struktur
bangunan tua agar tidak terjadi suatu yang membahayakan keselamatan penghuni
maupun masyarakat di lingkungan sekitar bangunan tua tersebut.
·
Kejamakan/tipikal, berkaitan dengan obyek yang mewakili
kelas dan janis khusus, tipikal yang cukup berperan.
·
Kelangkaan, berkaitan dengan obyek yang mewakili sisa
dari peninggalan terakhir gaya yang mewakili jamannya, yang tidak dimiliki
daerah lain.
·
Keluarbiasaan/keistimewaan, suatu obyek observasi yang
memiliki bentuk paling menonjol, tinggi, dan besar. Keistimewaan memberi tanda
atau ciri suatu kawasan tertentu.
·
Peranan sejarah, merupakan lingkungan kota atau bangunan
yang memiliki nilai historis suatu peristiwa yang mencatat peran ikatan
simbolis suatu rangkaian sejarah masa lalu dan perkembangan suatu kota untuk
dilestarikan dan dikembangkan.
·
Penguat karakter
kawasan, berkaitan dengan obyek yang mempengaruhi kawasan-kawasan sekitar dan
bermakna untuk meningkatkan kualitas dan citra lingkungan.
B. Tolok ukur non fisik
·
Ekonomi, dimana kondisi bangunan tua yang baik akan
menjadi daya tarik bagi para wisatawan dan investor untuk mengkembangkannya
sehingga dapat digali potensi ekonominya.
·
Sosial dan budaya, dimana bangunan tua tersebut memiliki
nilai agama dan spiritual, memiliki nilai budaya dan tradisi yang penting bagi
masyarakat.
2.1.6
Pelaksanaan Konservasi Bangunan Bersejarah
Pelaksanaan konservasi akan disesuaikan dengan
kondisi bangunan tua tersebut. Sebelum melakukan konservasi, sebaiknya
mengidentifikasi aspek pertimbangan pada bangunan tua tersebut. Aspek-aspek
tersebut kemudian diuraikan berdasarkan komponen yang akan diatur dalam
konservasi. Setelah itu dari komponen itu akan dirumuskan dasar pengaturannya
dan menetapkan sasaran yang akan dicapai dalam konservasi. Kegiatan pengaturan
komponen juga dilakukan sesuai kondisi bangunan tua tersebut. Pelaksanaan
konservasi tersebut dibagi dalam beberapa tingkat berdasarkan kondisi
masing-masing komponen pada bangunan, yaitu:
·
Mempertahankan dan memelihara, yaitu mempertahankan dan
memelihara komponen yang diatur pada bangunan tua yang sangat berpengaruh pada
karakter bangunan dan kondisinya masih baik.
·
Memperbaiki, yaitu memperbaiki komponen pada bangunan tua
yang kondisinya sudah rusak sesuai bentuk asli.
·
Mengganti, yaitu mengganti variabel yang diatur pada
bangunan tua yang rusak dan tidak bisa diperbaiki lagi dengan bentuk sesuai
dengan kondisi asli. Jika bentuk asli tidak teridentifikasi, dapat dilakukan
penyesuaian dengan bentuk-bentuk lain yang terdapat pada bangunan lain yang
setipe.
·
Menambah dengan penyesuaian terhadap bentuk asli, yaitu
melakukan penambahan komponen yang boleh dilakukan jika dilakukan pengembangan,
terutama yang merupakan penyesuaian terhadap fungsi, dengan batasan bentuk baru
tidak merusak karakter asli bangunan dan dibuat sesuai dengan bentuk yang telah
ada.
2.1.7
Kawasan Cagar Budaya
Kawasan
Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya
atau lebih yang letaknya berdekatan dan atau memperlihatkan ciri tata ruang
yang khas.
Kriteria Kawasan
Cagar Budaya :
·
Mengandung dua situs cagar budaya atau lebih yang
letaknya berdekatan;
·
Berupa lanskap budaya hasil bentukan manusia berusia
minimal 50 tahun;
·
Memiliki pola yang memperlihatkan fungsi ruang masa
lalu, berusia paling
·
sedikit 50 tahun;
·
Memperlihatkan bukti pembentukan lanskap budaya; dan
·
Memiliki lapisan tanah terbenam yang mengandung bukti
kegiatan manusia
·
atau endapan fosil.
2.2
Tipologi Persyaratan Bangunan
Fungsi
dapat dibagi menjadi:
a.
Sakral
Kawasan
Cagar Budaya yang masih atau pernah difungsikan oleh pendukungnya untuk
keperluan keagamaan atau kepercayaan. Contoh: Kawasan Percandian Muara Jambi,
Candi-candi di lereng Gunung Penanggungan Jawa Timur. Kawasan Percandian DAS
Pakerisan di Bali.
b.
Profan
Kawasan
Cagar Budaya yang dimanfaatkan untuk kegiatan sehari-hari. Contoh: Kawasan
Manusia Purba Sangiran, Kawasan Pemukiman Kuno di Trowulan, Kawasan Banten
Lama.
c.
Campuran
Kawasan
Cagar Budaya yang dimanfaatkan untuk keperluan keagamaan dan kehidupan
sehari-hari. Contoh: Pada Kawasan Kota Tua terdapat bangunan keagamaan,
bangunan publik, dan bangunan hunian
Persyaratan
memiliki dan/atau menguasai benda, bangunan, struktur, dan/atau situs cagar
budaya:
·
Tetap
memperhatikan fungsi sosial sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
undang-undang.
·
Telah memenuhi
kebutuhan negara.
·
Diperoleh
melalui pewarisan.
·
Berupa hibah,
tukar-menukar, hadiah, pembelian, dan/atau putusan atau penetapan pengadilan,
kecuali yang dikuasai negara.
·
Tidak
menyerahkannya kepada orang lain berdasarkan wasiat, hibah, atau hadiah setelah
pemiliknya meninggal, kepemilikannya diambil alih oleh negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Landasan
Operasional
Beberapa
ketentuan yang menjadi landasan dalam pelaksanaan kegiatan pemugaran yang harus
diperhatikan pasal-pasal dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 tahun
2010 tentang Cagar Budaya, sebagai berikut:
Pasal 53
(1)
Pelestarian Cagar Budaya dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan yang dapat
dipertanggungjawabkan secara akademis, teknis, dan administratif.
(2)
Kegiatan Pelestarian Cagar Budaya harus dilaksanakan atau dikoordinasikan oleh
Tenaga Ahli Pelestarian dengan memperhatikan etika pelestarian.
(3)
Tata cara Pelestarian Cagar Budaya harus mempertimbangkan kemungkinan
dilakukannya pengembalian kondisi awal seperti sebelum kegiatan pelestarian.
(4)
Pelestarian Cagar Budaya harus didukung oleh kegiatan pendokumentasian sebelum
dilakukan kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan keasliannya.
Pasal 54
Setiap
orang berhak memperoleh dukungan teknis dan/atau kepakaran dari Pemerintah atau
Pemerintah Daerah atas upaya Pelestarian Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau
yang dikuasai.
Pasal 55
Setiap
orang dilarang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya
Pelestarian Cagar Budaya.
Pasal 77
(1)
Pemugaran
Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang rusak dilakukan untuk
mengembalikan kondisi fisik dengan cara memperbaiki, memperkuat, dan/atau mengawetkannya
melalui pekerjaan rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi, dan restorasi.
(2)
Pemugaran Cagar
Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan:
a.
keaslian bahan,
bentuk, tata letak, gaya, dan/atau teknologi pengerjaan;
b.
kondisi semula
dengan tingkat perubahan sekecil mungkin;
c.
penggunaan
teknik, metode, dan bahan yang tidak bersifat merusak; dan
d.
kompetensi
pelaksana di bidang pemugaran.
(3) Pemugaran harus memungkinkan dilakukannya
penyesuaian pada masa mendatang dengan tetap mempertimbangkan keamanan
masyarakat dan keselamatan Cagar Budaya.
(4) Pemugaran yang berpotensi menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan sosial dan lingkungan fisik harus didahului
analisis mengenai dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Pemugaran Bangunan Cagar Budaya dan Struktur
Cagar Budaya wajib memperoleh izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai
dengan kewenangannya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemugaran Cagar
Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Daftar Pustaka
Undang-Undang
No. 11 Tahun 2010 tentang Ketentuan pengelolaan dan pembangunan
di situs-situs cagar budaya.
di situs-situs cagar budaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar